top of page
  • aak

Pengalaman Kerja, bagian 01

Diperbarui: 8 Nov 2022



Time zone 1998 - 2000. Usia 22 tahun - 24 tahun.

Tinggal dengan orang tua, tidak ada tabungan.


Berada dan dibesarkan di lingkungan bukan pekerja kantoran, menyebabkan tidak ada cita-cita untuk bekerja untuk perusahaan korporasi. Selama 2 tahun setelah kelulusan, waktu dihabiskan dengan membantu orang tua untuk berdagang.


Kuliah saat itu dijadikan sebagai sarana orang tua untuk membanggakan "anak-ku S1 loh", sehingga pemilihan jurusan difokuskan "tuh jangan kaya si itu, lulusan arsitek tapi jadi buka toko besi". Pilih kuliah yang real-real aja, yang ngurus duit.


Faktanya saat itu, gabungan antara krisis moneter dan kesalahan dalam pengambilan keputusan, usaha keluarga berada di posisi yang tidak baik. Sehingga saya sendiri tidak bisa berbuat banyak, baik dari segi pengembangan maupun kegiatan harian saat itu. Waktu lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif. Yang pada akhirnya diambil keputusan untuk mulai mencari pekerjaan.


Di periode itu tsb, saya mendapatkan kesempatan di beberapa perusahaan

  1. Produsen Rokok, sudah tahap wawancara dan kemudian lolos untuk di psikotest dan diinformasikan untuk penempatan di Tasikmalaya

  2. Distributor FMCG, Jakarta. Hanya sampai proses psikotest.


"...Menjadi jauh dari keluarga dan tidak percaya diri karena belum pernah bekerja, membuat saya memutuskan untuk tidak melanjutkan proses di produsen rokok, dan mengundurkan diri dari proses seleksi..."

Kemudian beberapa hari setelah itu, atas informasi dari sepupu, ada lowongan di bandung untuk sales tour dan travel. Tanpa proses yang panjang, akhirnya bekerja dan sayangnya hanya bertahan dalam hitungan hari. Alasan pengunduran diri ?


"..pergolakan batin ketika introvert diharuskan membujuk konsumen membeli layanan tour. Panas dingin setiap hari..."

Apa sih yang bisa di refleksikan selama periode hidup itu ?

  1. Saat itu saya merasa nyaman karena akan mendapatkan privellege. Beres kuliah, rencana ambil S-2 tapi hitungan bulan usaha keluarga hancur karena krisis. Saat ini, menyadari bahwa saya mendapatkan privellege yang jauh lebih penting dibandingkan urusan warisan. Apa itu ? work hard. Jiwa "daya juang maksimal" tanpa harus khawatir atas rejeki yang akan saya peroleh. Jadi menurut saya loh, "Harta warisan adalah legacy yang harus dijaga, bagaimana legacy tetap terjaga itu yang namanya privellege, dan setiap orang mempunyai privellege yang dibawa sejak lahir dan di matangkan oleh didikan lingkungan dan orangtua".

  2. Saat itu, segala sesuatu dijalankan tanpa rasa khawatir (worry-less). Jiwa masih muda sehingga banyak alasan positif yang mendukung untuk tetap optimis, keimanan dan keyakinan masih sangat baik. Saat ini, sejak pademik covid-19, saya menemukan kecemasan yang baru yang mendorong saya untuk lebih beriman dan bersyukur bahwa ada sesuatu di jalan hidup kita yang tidak bisa di kontrol dan yang bisa dilakukan adalah berserah. Perjalanan untuk hidup tanpa rasa khawatir berubah bentuk sejak 3 tahun terakhir.

  3. Saat itu, kenyamanan pribadi dan idelisme tertentu masih diprioritaskan dalam memilih pekerjaan. Saat ini, menyakini untuk mencapai sesuatu, ada kalanya harus mengorbankan kenyamanan pribadi dan idelisme sekarang, sehingga proses hidup akan membawa kenyamanan pribadi dan idealisme yang baru. Dan itu WOW sekali, tidak mudah, banyak suka duka tapi memang harus dilalui. Dan ini yang saya sebutkan Learning Zone.

Mudah-mudahan bisa menjadi refleksi bagi teman-teman yang sekarang sedang meniti karier kerja atau mencoba peruntungan memulai usahanya. Dan saya menyakini kita tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, tapi kita bisa merefleksikan yang sudah terjadi dengan tidak menyesal dan menjadikannya pembelajaran untuk bertumbuh.





bottom of page