top of page
  • aak

HR bukan teman kita.

Diperbarui: 27 Jan 2023


Barusan lihat post/reels instagram di beranda. Katanya, jangan anggap HR itu sebagai teman kamu, karena pada akhirnya HR akan berdiri membela perusahaan, bukan kamu.


Senyum sedikit, tapi kemudian angguk-angguk kepala bahagia ketika melihat banyak komen yang mengkoreksi isi dari konten itu.


Secara konten menurut saya tidak ada yang keliru dengan statementnya. Ya mungkin karena pengalaman beliau seperti itu. Yang kemudian disuarakan dan dijadikan sebagai nasihat agar “hati-hati dalam berorganisasi apalagi urusan dengan HR”.


Tapi sekali lagi ya, dari kacamata beliau.


Sedikit tergerak untuk bersuara berdasarkan kacamata saya, siapa tau bisa menjadi penyeimbang yang cukup adil. Selebihnya sih karena saya juga merupakan praktisi dibidang konsultan manajemen fundamental HR, sehingga sepertinya asik juga untuk di bahas.


Disclaimer, 90% pengalaman saya di perusahaan traditional/keluarga, dimana kedudukan HR hanya sebatas “personalia”. Dan dibeberapa kesempatan, saya diberikan kewenangan untuk mengembangkan fungsi HR secara keseluruhan.


So here we go,


“HR kerjanya apa sih, kerjanya kepoin orang doang. Dikit-dikit SP, potong gaji”


“Ih percuma konseling sama HR, malah dibalikin lagi tau. Bukannya kasih solusi tapi malah jadi bumerang buat kita. Malah jadi kita yang salah”


“Enggak deh ke HR, orangnya terlalu judgmental. Menggurui, padahal cuman pengen di denger doang”


“HR nya udah gak suka sama saya, jadi ngapain konseling ke HRD”


“Ih kalo ada kecewa sama perusahaan, telen aja, protes ke HRD gak ada guna. Yang ada mereka bilang, ya sudah kondisi perusahaan seperti ini, dimaklumi saja”


“Eh kemaren aku mau resign, mau konseling dulu ceritanya. Pengen tukar pikiran. Malah di kasih nasehat - kamu harus bersyukur masih bisa kerja disini, masih banyak orang yang belom pada kerja. Udah diem kerja disini aja, namanya kerja pasti seperti itu. Nah kan….itu kan sebenernya karena dia gak mau cape cari pengganti. Nyebelin deh”


Kocak kalau saya mendengar keluhan temen-temen atau team ketika saya encourage mereka untuk melakukan konseling dengan team HR. Karena pada dasarnya dengan keterbatasan kewenangan, waktu dan ruang gerak, ada beberapa keluhan yang disampaikan kepada saya menjadi keluhan saja, bukan solusi. Yang akhirnya jadi “gibah” ngomongin HR sampai lupa mau curhat masalah apa. Dan seriusan sempat bingung juga. Jadi cukup related ketika melihat konten instagram tadi pagi.


Jadi sebenarnya salahnya dimana sih ? Loh koq fungsi HR secara organisasi menjadi yang paling kabur diantara semua fungsi departemen.


Kalau ditanya fungsi,

  • Finance & Accounting apa - 99% orang jawab “ngatur duit”,

  • Marketing/sales apa - 100% orang jawab “Jualan”,

  • kalo, HR ? “keluarin SP” “Itung Gaji” atau “jadi teman baik semua pekerja”

Bener seperti itu ? Yuk belajar paham fungsi HR secara umum dulu.





Lalu sekarang coba perhatikan fungsi HR di perusahaan kamu itu ada di kotak yang mana.

 

Ditahap awal HR sebagai personalia dan kemudian bertumbuh menjadi Human Resource Management, SDM masih dianggap sebagai “pekerja dengan nama” dengan titik berat pada pengelolaan efektifitas dan efisiensi melalui “Head Counting”, “MPP”, “Jumlah TK kebanyakan”, “Kurang Tenaga Kerja”. Dan pembahasan pasti seputar itu.


Di tahap ini, peranan HR lebih banyak berada di area pembenahan birokrasi (struktur, job des, KPI, WLA dll). Penilaian kinerjanya pun masih berkisar di poin-point yang mengarah kepada effektifitas dan efisiensi proses dalam rangka cost saving.


HR menjadi suatu departemen yang diharuskan memastikan tidak ada masalah di bisnis akibat ada kekurangan atau kelebihan tenaga kerja. Jika ada konseling dan sebagainya, HR diarahkan untuk melihat kepentingan pada seberapa jauh efektifitas birokrasi yang sudah dibuat. Apakah ada potensi pada konflik antar pekerja yang berujung

pada tidak sinerginya perusahaan.


Hasil konseling bisa jadi membuahkan aturan baru, pemberian SP dan sebagainya. Karena bisa dianggap sebagai tindakan koreksi yang harus dilakukan untuk membereskan masalah yang ada. Yang sayang nya muncul kesan “HR malah menindak atas aduan saya, bukan melindungi”.


Jadi bukan berarti tidak didengar tapi peruntukannya lebih banyak kesana. Dan bukan juga 100% memikirkan kepentingan perusahaan saja ya.


Di tahap ini HR sebagai teman ? bukan lah.

 

Ketika HR di perusahaan sudah menjadi HRBP, business partner (bukan berarti pekerja sebagai konsultan, Mitra kerja, PKWT tiap tahun ya), perusahaan akan melihat kamu bukan hanya “pekerja dengan nama”, tapi juga “Skill/Talent dengan nama”. Perusahaan akan melihat SDM dari sisi keahlian juga, bukan hanya sebagai “orang”.


Sehingga strategi atau kepentingan perusahaan terhadap SDM menjadi kepentingan strategis yang sifatnya investasi. Tiap tahun perusahaan pasti akan membudgetkan training-training yang dibutuhkan untuk meningkatkan skill/talent yang bisa meningkatkan nilai perusahaan.


Dan pengelolaan nya pun menjadi sedikit berbeda, pengembangan birokrasi bukan hanya kepada “head counting” saja , tapi juga sudah memasukan komponen “talent counting”, skill/talent apa yang dibutuhkan perusahaan untuk pengembangan bisnis berikutnya.


Fungsi konseling disini lebih banyak diperuntukkan pengembangan organisasi secara keseluruhan. Dan biasanya yang melakukan konseling sudah ada team tersendiri, kalau dulu pengalaman saya namanya Talent management. Team ini yang nantinya akan melakukan tes kompetensi memastikan kesesuaian tuntutan bisnis dengan PIC yang di beri tanggung jawab.


Dan fungsi HR sudah bisa menjadi teman ? Ya enggak.

 

Jadi, tidak ada relevansi atau ketentuan umum bahwa HR harus menjadi teman para pekerja. Fungsi HR lebih luas dari itu, hanya karena kebetulan saja mengelola “manusia” sehingga harus bersentuhan dengan SDM-nya.


Pengenalan tahapan tumbuh kembang HR dari sisi fungsi hanya sebagai gambaran bahwa pengelolaan SDM diperusahaan berbeda ketika fungsi HR berubah. Jangan sampai kamu kerja diperusahaan yang fungsi HR nya masih “Personalia” tapi kemudian teriak-teriak “SDM tidak dianggap sebagai investasi”. Ya iya-lah faktanya memang seperti itu. Protes ketika fungsi HR sudah menjadi HRBP tapi pengelolaan SDM nya kaya HR masih “Personalia”.


Dan ingat,

  • HR adalah departemen yang menghasilkan kebijakan, peraturan, nilai-nilai perusahaan, budaya perusahaan yang menjaga ekosistem keadilan yang merata, sehingga SDM sebagai investasi, bisa optimal.

  • Dari semua fungsi yang ada di organisasi, hanya HR yang mengatur sumber daya yang “intagible” yang “sulit dikelola" dan konsisten berkembang setiap dekade “dari gen x ke gen z, ke gen y”.


Sekali lagi, mereka memang bukan teman kamu, dan jangan tersinggung kalau mereka-nya juga gak mau temanan. Protes ketika mereka mengeluarkan aturan/kebijakan yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan.


Lagian kan KPI mereka bukan “100% pekerja sudah menganggap HRD sebagai teman”, tapi HRD harus bertanggung jawab kepada pencapaian EBITDA perusahaan melalui pembenahan area birokrasi perusahaan dan optimalisasi SDM sebagai investasi.


Baca juga :


Pembahasan terakhir, terus kenapa ada anggapan bahwa HRD itu harus dianggap sebagai teman ? Ya mungkin karena ada tugas/job des konseling yang dijalankan oleh HR. Hanya saja pelaksanaan tugas/job des team HR-nya kurang baik sehingga terkesan negatif.


Cek ini ya,

  1. Pastikan perusahaan melakukan kepantasan/kepatutan seseorang yang diberikan tugas konseling. Seorang konselor yang baik, dia bisa menyimpan, tidak mengambil kesimpulan secara sepihak, bisa menjadi pendengar yang baik. Dan bisa menolak memberikan informasi meskipun dari owner/atasan ingin tau apa yang dibicarakan oleh konselor dan pekerja. Dia akan mengusulkan sesuatu kepada perusahaan untuk memperbaiki masalah yang ada melalui perbaikan peraturan, kebijakan dan sebagainya.

  2. Jangan reaktif terhadap aduan/masukan/keluh kesah SDM. Ada kemungkinan mereka cuman pengen ngobrol saja.

  3. Jika dalam kurun waktu tertentu, ternyata tidak banyak orang yang mau melakukan konseling kepada HR tapi pada faktanya banyak konflik yang terjadi, coba adakan survey kecil-kecilan. Siapa tau proses atau cara konseling HR yang memang perlu di perbaiki.

  4. Yang pasti harus adil ya perlakuannya kepada SDM.

Jadi kesimpulan akhirnya, HR ada bukan buat menjadi teman, tapi menjadi partner yang memikir perkembangan SDM (kamu) diperusahaan agar bisa tetap tumbuh sesuai dengan kepentingan bisnis. Karena menyangkut banyak kepentingan, HR juga harus berada di posisi yang berimbang diantara 3 pilar : Perusahaan, SDM dan peraturan pemerintah.







bottom of page